Beranda | Artikel
Bukan Siapa-Siapa
Selasa, 20 Maret 2018

Bismillah.

Sebagian orang yang diberikan taufik oleh Allah memberikan pelajaran kepada kita bukan dengan ucapan atau tulisannya. Banyak yang kita bisa ambil dari perilaku dan tingkah-lakunya. Budi pekerti yang luhur dan sopan-santun merupakan bagian dari ajaran agama yang tentu tidak bisa diremehkan. Adalah aib bagi seorang hamba ketika lenyap dari dalam dirinya adab dan akhlak Islam.

Diantara keluhuran akhlak yang diwariskan oleh para ulama kepada para penimba ilmu adalah akhlak tawadhu’ dan keikhlasan. Tawadhu’ alias rendah hati adalah sifat hamba-hamba Allah yang sejati. Mereka berjalan di atas muka bumi dengan penuh kewibawaan dan rendah hati, tidak angkuh, tidak sombong, dan tidak menunjukkan kemalasan dan kelemahan. Di sisi lain, keikhlasan merupakan pondasi bagi setiap amalan. Ketika keikhlasan itu lenyap hancurlah keberkahan.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, para ulama terdahulu telah menunjukkan perhatian yang besar dalam hal adab. Sebagaimana Imam Bukhari dengan kitab adab di dalam sahih bukharinya, bahkan beliau juga menyusun kitab adab secara khusus yang berjudul Adabul Mufrad. Imam Nawawi di dalam kumpulan hadits arba’in-nya juga membawakan hadits-hadits pokok tentang adab.

Bahkan apabila kita cermati Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab pun telah menyinggung adab dan akhlak ini dalam bagian awal kitabnya, ketika beliau membawakan firman Allah (yang artinya), “Dan Rabbmu telah memerintahkan; Janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya, dan kepada kedua orang tua hendaklah kalian berbuat baik…” (al-Israa’ : 23)

Ayat tersebut sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama menunjukkan tentang betapa agungnya hak kedua orang tua setelah hak Allah dan rasul-Nya. Di bagian awal kitab Adabul Mufrad, Imam Bukhari membawakan hadits Abdullah bin Mas’ud yang menunjukkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah amal yang paling dicintai oleh Allah setelah mengerjakan sholat pada waktunya; karena sholat adalah hak Allah atas setiap hamba. Hal ini menunjukkan agungnya hak dan kedudukan orang tua bagi setiap insan sehingga Allah mewajibkan kita untuk berbakti kepada mereka.

Kita pun masih ingat bagaimana pujian yang Nabi berikan kepada seorang tabi’in yang ikhlas dan manusia terbaik setelah para sahabat itu yaitu Uwais al-Qarni; yang doanya dikabulkan oleh Allah dan dipuji oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia berbakti kepada ibunya. Sebuah keteladanan dalam hal akhlak dan adab yang sangat kita butuhkan untuk kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana telah diberitakan di dalam hadits bahwa seorang muslim dengan kemuliaan akhlaknya bisa mengejar pahala orang yang banyak puasa sunnah dan sholat sunnah.

Kita juga ingat bagaimana kerendahan hati Ibnu Umar ketika para sahabat senior terdiam tatkala diberi pertanyaan oleh Nabi mengenai sebuah pohon yang menjadi perumpamaan jati diri seorang muslim. Ibnu Umar telah menebak bahwa pohon yang dimaksud adalah kurma, tetapi karena kerendahan hati dan penghormatannya kepada para sahabat yang lebih tua maka beliau pun memilih untuk diam. Bukan karena menyembunyikan ilmu, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun ada di hadapan mereka dan siap menerangkan maksud pertanyaannya itu.

“Saya bukan siapa-siapa”; inilah kalimat yang membuat kami tersadar bahwa selama ini mungkin kita kurang ikhlas dan kurang menyadari kedudukan dan jati diri kita sebagai manusia yang penuh dengan kekurangan dan kesalahan. Sehingga acapkali kesombongan dan perasaan hebat itu terlontar dalam bentuk sikap dan perangai yang tidak sedap dirasakan. Seyogyanya setiap penimba ilmu kembali memeriksa niat dan hatinya; jangan-jangan ujub telah menguasai dirinya dalam keadaan dia tidak sadar. Kita mohon kepada Allah ampunan dan rahmat-Nya.

Semoga Allah berikan keberkahan kepada seorang teman yang telah memberikan nasihatnya kepada kami dengan kalimatnya yang sangat mengena, “Saya bukan siapa-siapa.”


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/bukan-siapa-siapa/